Makalah Ilmiah: Pertarungan Rekonstruksi Jalur Gaza

Prof. Dr. Walid Abdul Hay

Pertarungan Rekonstruksi Jalur Gaza
Prof. Dr. Walid Abdul Hay *
(Makalah khusus untuk Pusat Al-Zaytouna)
Pendahuluan
Setelah diberlakukannya perjanjian gencatan senjata dalam Perang Thufan Al-Aqsa pada 19 Januari 2025, pertarungan dalam membangun kembali Jalur Gaza tidak akan kalah sulit dibandingkan dengan pertempuran militer. Tantangan ini semakin berat karena keterbatasan sumber daya materi dan hancurnya sebagian besar infrastruktur serta fasilitas kehidupan akibat kehancuran besar-besaran. Hal ini memperumit strategi pasca-perang, terutama dalam aspek pembangunan kembali.
Selain itu, faktor soft power —terutama dalam bentuk bantuan material dan keuangan, pencabutan blokade, serta kelancaran masuknya bantuan ke Gaza—akan digunakan sebagai alat pemerasan oleh berbagai pihak yang menentang perlawanan Palestina. Tujuannya adalah untuk memperoleh konsesi politik strategis yang gagal mereka raih dalam medan pertempuran.
Para lawan perlawanan, terutama Israel, beberapa negara Eropa, dan sebagian negara Arab, akan berusaha menghambat, mengendalikan, atau bahkan mencegah bantuan masuk ke Gaza. Kebijakan beberapa negara terhadap United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) menjadi bukti nyata dari upaya ini. Sikap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, juga memperkuat kekhawatiran ini.
Situasi ini menuntut pembentukan strategi komprehensif untuk menggalang dukungan dari berbagai pihak internasional, baik pemerintah maupun organisasi non-pemerintah, yang memiliki visi sejalan dalam mendukung rekonstruksi Gaza.
I. Kondisi Pasca Perang
Berdasarkan laporan awal dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai sumber terpercaya, perang di Jalur Gaza telah meninggalkan dampak sebagai berikut:
1. Kerusakan Infrastruktur
- Sekitar 69% infrastruktur Gaza hancur, memerlukan waktu 3–5 tahun untuk dibangun kembali dengan biaya sekitar $5 miliar, khusus untuk infrastruktur saja.
- Jumlah ini 7 kali lipat lebih besar dari Produk Domestik Bruto (PDB) Gaza pada tahun 2022.
- Untuk mengembalikan seluruh aspek kehidupan seperti sebelum perang, diperlukan waktu hingga tahun 2040, menurut estimasi *United Nations Development Program (UNDP)*.
2. Kerusakan Perumahan
- Serangan militer Israel merusak 370.000 unit rumah, dengan 79.000 unit hancur total.
3. Dampak pada Sektor Pertanian
- 68% lahan pertanian mengalami kerusakan, mengurangi produksi pertanian secara signifikan.
- 80–96% fasilitas pertanian (saluran irigasi, peternakan, pusat penyimpanan, alat pertanian, dll.) mengalami kerusakan parah.
4. Penghapusan Puing-Puing
- 50 juta ton puing harus dibersihkan.
- Jika 100 truk bekerja penuh setiap hari, proses ini tetap akan memakan waktu 15 tahun, mengingat keterbatasan ruang pembuangan di Gaza.
5. Ancaman Ledakan dan Jenazah di Bawah Reruntuhan
Reruntuhan mengandung 7.500 ton amunisi yang belum meledak, menurut United Nations Mine Action Service (UNMAS).
6. Limbah dan Sampah
37 juta ton limbah perlu dibersihkan untuk menghindari dampak lingkungan yang lebih luas.
7. Korban Jiwa dan Sistem Kesehatan
- 46.600 orang gugur, dan lebih dari 110.000 orang terluka.
- Setengah dari 36 rumah sakit di Gaza hanya beroperasi sebagian, dengan 38% pusat layanan kesehatan primer masih berfungsi.
- 30.000 orang mengalami luka permanen, memerlukan rehabilitasi jangka panjang.
8. Estimasi Biaya Rekonstruksi
- United Nations Development Program (UNDP) memperkirakan Gaza memerlukan $40 miliar, dengan $2–3 miliar sebagai bantuan darurat.
- Estimasi lain menyebut angka $50–80 miliar.
- Jika Israel terus menghambat bantuan internasional, rekonstruksi bisa memakan waktu hingga 350 tahun.
Berdasarkan data ini, tantangan terbesar bagi Gaza adalah pendanaan rekonstruksi, terutama dari pihak yang tidak mengaitkan bantuan dengan tuntutan politik.
II. Sumber Pendanaan:
1. Peran Organisasi Kerjasama Islam (OKI)
A. Kapasitas Keuangan OKI
- Organisasi Kerjasama Islam (OKI) adalah organisasi internasional terbesar setelah PBB, terdiri dari 57 negara dengan populasi Muslim sekitar 1,662 miliar jiwa.
- Total PDB OKI pada 2023 (berdasarkan Purchasing Power Parity): $8,769 triliun.
- Pertumbuhan ekonomi 2019–2023: naik $1,6 triliun.
- Kontribusi PDB OKI terhadap ekonomi dunia: 3% dari total global.
- Kontribusi terhadap ekonomi negara berkembang: 5% dari total 152 negara berkembang.
Jika Gaza membutuhkan $50 miliar, maka:
- OKI hanya perlu menyumbang 0,5–0,6% dari total PDB-nya.
- Jika bantuan dibagi dalam 3 tahun, beban per tahun hanya 0,1–0,2% dari PDB OKI.
- Jika sumber lain ikut menyumbang, beban ini bisa lebih ringan.
- Bantuan pembangunan resmi (Official Development Assistance, ODA) untuk negara berkembang naik 46,1% dari $139,4 miliar (2011) ke $203,7 miliar (2021).
- Bantuan untuk negara anggota OKI naik 73,8% dari $45,4 miliar (2011) ke $78,9 miliar (2021).
- Arab Saudi adalah donor terbesar OKI (1,01% dari Pendapatan Nasional Bruto, GNI), diikuti Turki (0,96%).
Dengan melihat tren ini, OKI memiliki kapasitas besar untuk membantu Gaza.
- Total aset lembaga wakaf OKI: $105 miliar.
- Banyak lembaga wakaf memiliki proyek investasi dan keuangan yang dapat dialokasikan untuk Gaza.
- Rata-rata pertumbuhan investasi wakaf >3% per tahun, sehingga dapat menjadi sumber stabil bagi rekonstruksi.
- Bank Solidaritas Islam untuk Pembangunan (Islamic Solidarity Fund for Development) bisa menjadi model pembiayaan rekonstruksi Gaza.
- Lembaga Filantropi Islam seperti Islamic Relief (yang beroperasi di 45 negara) telah memiliki pengalaman dalam membantu Gaza.
- Islamic Relief mengelola 827 proyek di 39 negara dan pernah membantu 711.000 orang di Gaza.
- Lembaga Zakat dan Amal Internasional juga dapat dioptimalkan, terutama dari negara-negara seperti Indonesia, yang warganya paling dermawan dalam donasi menurut survei global.
2. Peran Negara-Negara Arab
- Total Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara Arab mencapai $3,44 triliun.
- Jika Gaza membutuhkan $50 miliar, maka kontribusi ini hanya 1,5% dari total PDB Arab.
- Jika disebar selama 3 tahun, beban kontribusi per tahun hanya 0,5% dari total PDB Arab.
Sebagai perbandingan, Arab Saudi pernah memberikan bantuan $8 miliar kepada Afghanistan selama invasi Soviet. Sementara itu, jika melihat tren bantuan Arab terhadap negara-negara lain antara 1973–1989, proporsinya lebih besar dibandingkan dana yang dibutuhkan Gaza saat ini.
- Peran Lembaga Amal Arab
- Organisasi amal dan lembaga filantropi Arab telah berperan besar dalam memberikan bantuan.
- Survei menunjukkan bahwa 87% warga Arab bersedia berdonasi, terutama saat bulan Ramadan.
- Momentum ini dapat dimanfaatkan untuk menggalang dana bagi rekonstruksi Gaza.
3. Peran Negara-Negara Non-Arab dan Non-Muslim
Pada tahun 2023, total bantuan internasional global mencapai $7 miliar, meningkat lebih dari $12 miliar dibanding tahun 2022 (karena perang Ukraina).
Namun, kebijakan pragmatis Presiden Donald Trump dapat menyebabkan pengurangan bantuan ke negara berkembang. Meski begitu, beberapa negara telah berkomitmen untuk mendukung rekonstruksi Gaza setelah seruan Sekretaris Jenderal PBB.
Dukungan dari Negara-Negara Besar:
- China: "China mendukung implementasi gencatan senjata dan akan terus memberikan bantuan kemanusiaan serta membantu rekonstruksi Gaza."
- Jepang: "Jepang akan bekerja sama dengan negara dan organisasi internasional untuk mendukung rekonstruksi dan stabilitas Gaza."
- Rusia: "Kami berharap kesepakatan gencatan senjata akan membantu stabilitas jangka panjang di Gaza dan mendukung pembangunan kembali infrastruktur yang hancur."
- Uni Eropa: Menyatakan dukungan penuh terhadap gencatan senjata dan telah mengalokasikan €120 juta (sekitar $124,8 juta) untuk rekonstruksi Gaza.
- India: "Kami berharap gencatan senjata akan memungkinkan distribusi bantuan kemanusiaan yang aman dan berkelanjutan untuk rakyat Gaza."
Negara lain, terutama di Amerika Latin, Eropa Utara, dan Afrika, juga diperkirakan akan bergabung dalam kampanye bantuan Gaza.
4. Peran Organisasi Internasional
A. Lembaga PBB
- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) siap memperluas bantuan, bekerja sama dengan:
- United Nations Population Fund (UNFPA)
- United Nations Children’s Fund (UNICEF)
- United Nations Relief and Works Agency (UNRWA)
- 67 mitra kesehatan lainnya
- WHO menekankan pentingnya:
- Menghilangkan hambatan keamanan untuk distribusi bantuan.
- Mengizinkan akses penuh bagi tenaga kesehatan ke seluruh Gaza.
- Memastikan evakuasi medis untuk 12.000 pasien kritis ke Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
B. Organisasi Regional
Sejumlah organisasi regional juga dapat berkontribusi dalam rekonstruksi Gaza, seperti:
- Uni Afrika (AU)
- ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara)
- CARICOM (Komunitas Karibia)
- Dewan Eropa (CoE)
- Eurasian Economic Union (EAEU)
- Shanghai Cooperation Organization (SCO)
- Union for the Mediterranean (UfM)
- Union of South American Nations (USAN)
Meskipun organisasi ini memerlukan waktu lebih lama untuk mengambil keputusan dibandingkan negara individu, mereka tetap berperan penting dalam bantuan internasional.
C. Organisasi Non-Pemerintah Internasional (NGO Global)
- Beberapa organisasi kemanusiaan memiliki kapasitas lebih besar daripada negara kecil.
- Contohnya, Welthungerhilfe (Jerman) telah mendukung 12.128 proyek di 72 negara dengan dana €5,07 miliar sejak 1962.
- Organisasi ini memfokuskan bantuan pada pemulihan bencana, pembangunan kembali, dan proyek pengembangan jangka panjang.
III. Tantangan dalam Penerimaan Bantuan
1. Ancaman Bantuan yang Bersyarat
- Bantuan internasional sering kali disertai persyaratan politik, ekonomi, atau sosial.
- Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa bantuan bersyarat tidak selalu membawa manfaat jangka panjang, bahkan dapat memperburuk stabilitas negara penerima.
- Donor terbesar untuk Palestina (AS, Eropa, dan beberapa negara Teluk) justru sering kali memiliki kepentingan politik yang bertentangan dengan Palestina.
2. Strategi Menghindari Bantuan Bersyarat
- Meningkatkan kerja sama dengan negara-negara yang minim tuntutan politik, seperti:
- China, Rusia, beberapa negara Afrika, dan negara-negara Amerika Latin.
- Mengoptimalkan peran organisasi non-pemerintah yang tidak memiliki kepentingan politik.
- Memanfaatkan citra negatif Israel di mata dunia untuk meningkatkan simpati dan bantuan internasional, terutama di kalangan masyarakat Barat.
Kesimpulan dan Rekomendasi
1. Rekonstruksi Gaza membutuhkan dana minimal $50 miliar, dengan tantangan besar terkait pendanaan dan distribusi bantuan.
2. Negara-negara Arab memiliki kapasitas besar untuk membantu, dengan kontribusi tahunan hanya 0,5% dari PDB mereka selama 3 tahun.
3. Negara-negara non-Arab dan organisasi internasional telah menunjukkan komitmen, termasuk China, Rusia, Uni Eropa, dan India.
4. Lembaga PBB seperti WHO, UNICEF, dan UNRWA dapat berperan dalam bantuan kesehatan dan sosial.
5. Tantangan terbesar adalah menghindari bantuan bersyarat, yang dapat dimanfaatkan untuk tekanan politik terhadap Palestina.
6. Strategi utama harus berfokus pada negara dan organisasi yang memberikan bantuan tanpa syarat politik.
Dengan pendekatan yang tepat, Gaza dapat dibangun kembali tanpa ketergantungan pada donor yang memiliki agenda tersembunyi, sekaligus menjaga independensi politik dan sosial rakyat Palestina.
III. Rekomendasi
Berdasarkan data yang telah dipaparkan, tingkat kerusakan dan kondisi ekonomi di Gaza menuntut tindakan cepat dan terkoordinasi. Oleh karena itu, langkah-langkah berikut harus segera diambil:
1. Konsolidasi Bantuan Internasional dan Regional
- Mendesak organisasi internasional, terutama lembaga kemanusiaan dan dana pembangunan di negara-negara Arab dan Islam, untuk segera mengadakan pertemuan guna membahas strategi bantuan untuk Gaza.
- Sebelumnya, peringatan akan pentingnya koordinasi bantuan ini telah disampaikan selama masa perang, dan kini implementasinya harus dipercepat.
2. Mobilisasi Organisasi Masyarakat Sipil
- Organisasi rakyat di dunia Arab dan Islam harus menjadi mitra utama dalam menggalang bantuan untuk Gaza.
- Penting untuk membangun jalur komunikasi yang cepat dan efektif dengan organisasi-organisasi ini guna memastikan distribusi bantuan yang efisien.
3. Peran Media dalam Kampanye Bantuan
- Media Arab dan Islam harus secara aktif mengkampanyekan program bantuan untuk Gaza.
- Media harus menyediakan ruang khusus untuk mendorong masyarakat dan lembaga-lembaga amal agar berkontribusi dalam rekonstruksi Gaza.
4. Penanganan Bantuan dan Menghindari Konflik Administratif
- Akan ada upaya dari pihak tertentu (baik Arab maupun non-Arab) untuk menciptakan hambatan administratif terkait siapa yang akan menerima dan mengelola bantuan internasional.
- Mengingat konflik historis dan terkini antara Otoritas Palestina dan kelompok perlawanan di Gaza, perlu solusi yang menghindari perpecahan internal dan memastikan efektivitas distribusi bantuan.
Solusi yang Diusulkan:
- Menyerahkan administrasi bantuan kepada UNRWA (United Nations Relief and Works Agency) sebagai lembaga internasional yang telah lama menangani pengungsi Palestina.
- Jika ada keberatan terhadap UNRWA, bantuan dapat dikelola oleh lembaga internasional yang bekerja sama dengan masyarakat sipil Palestina atau organisasi internasional yang terpercaya.
Manfaat dari Strategi Ini:
✔ Menghindari konflik administratif antara otoritas Gaza dan Otoritas Palestina, yang dapat memperlambat masuknya bantuan—sesuatu yang diinginkan oleh Israel.
✔ Memperkuat posisi UNRWA, yang terus menjadi sasaran kampanye diplomasi Israel untuk dibubarkan, terutama dengan adanya kebijakan negatif Presiden AS Donald Trump terhadap badan ini.
✔ Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan dana dan proyek rekonstruksi Gaza, sehingga kepercayaan donor internasional dapat terjaga.
Dengan langkah-langkah ini, rekonstruksi Gaza dapat berlangsung lebih cepat, efektif, dan tidak terhambat oleh kepentingan politik yang dapat menghalangi bantuan yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Palestina.
------
*Seorang ahli dalam studi masa depan dan peramalan strategis, mantan profesor di Departemen Ilmu Politik di Universitas Yarmouk, Yordania. Ia memperoleh gelar doktor dalam Ilmu Politik dari Universitas Kairo. Selain itu, ia pernah menjadi anggota Dewan Pengawas di Universitas Al-Zaytouna di Yordania, Universitas Irbid Al-Ahlia, Pusat Nasional Hak Asasi Manusia dan Ombudsman, serta Dewan Tertinggi Media. Ia telah menulis 37 buku, yang sebagian besar berfokus pada studi masa depan dari perspektif teoretis dan praktis. Selain itu, ia telah menerbitkan sekitar 120 penelitian di jurnal ilmiah yang ditinjau oleh para ahli.
Sumber: Alzaytouna net
Posting Komentar